ESG: Solusi atau Ilusi dalam Industri Tambang?

Industri pertambangan memiliki peran penting dalam perekonomian global, termasuk Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), 2022) Sektor ini menyumbang sekitar 12% dari total ekspor Indonesia dan berkontribusi sebesar 7,31% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Namun, kegiatan pertambangan juga menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, seperti deforestasi, pencemaran air, dan emisi karbon. Dalam beberapa tahun terakhir, konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) telah menjadi fokus utama dalam upaya untuk mengurangi dampak negatif tersebut dan mendorong praktik bisnis yang lebih berkelanjutan.

Apa esensi dari ESG?

ESG (Environment, Social, Governance) adalah sebuah kerangka atau pendekatan yang digunakan untuk menilai keberlanjutan dan dampak tanggung jawab sosial dari suatu organisasi. Berikut adalah inti dari tiap aspek dalam ESG:

  1. Environment (Lingkungan): Berfokus pada bagaimana suatu entitas mengelola dampaknya terhadap lingkungan, termasuk pengurangan emisi karbon, efisiensi energi, pengelolaan limbah, konservasi sumber daya alam, dan adaptasi terhadap perubahan iklim
  2. Social (Sosial): Menilai dampak entitas terhadap masyarakat, seperti menghormati hak asasi manusia, memberikan upah yang layak, memastikan kesehatan dan keselamatan kerja, memperkuat hubungan dengan komunitas lokal, serta menjaga kesejahteraan pekerja dan pemangku kepentingan.
  3. Governance (Tata Kelola): Melibatkan tata kelola yang baik, seperti transparansi, kejujuran, akuntabilitas, pengelolaan risiko, serta penerapan etika bisnis untuk menjamin keberlangsungan organisasi.

Mengapa ESG begitu penting?

ESG menjadi elemen kritikal dalam dunia bisnis modern karena tiga alasan utama:

  1. Keberlanjutan Jangka Panjang: ESG membantu perusahaan memahami dan mengelola dampak lingkungan, sosial, dan tata kelola, sehingga menciptakan bisnis yang berkelanjutan.
  2. Kepercayaan Investor: Banyak investor kini lebih memilih perusahaan yang menerapkan ESG dengan baik karena dianggap lebih stabil dan berkomitmen terhadap masa depan yang lebih hijau.
  3. Regulasi dan Kepatuhan: ESG juga membantu perusahaan mematuhi regulasi lingkungan dan sosial yang semakin ketat, mengurangi risiko hukum dan reputasi.

Rekomendasi Kebijakan sangat penting dalam penerapan ESG. Pemerintah dapat menetapkan kebijakan insentif bagi perusahaan yang mengurangi emisi karbon, seperti pajak karbon atau subsidi energi terbarukan. Serta regulasi yang lebih ketat terkait pengelolaan lingkungan, seperti tata Kelola Air Limbah, Emisi Udara dan limbah dan penggunaan material daur ulang.

Di Indonesia, penerapan ESG (Environmental, Social, Governance) diatur melalui beberapa regulasi penting yang bertujuan untuk mendorong keberlanjutan dalam dunia usaha. Berikut adalah beberapa regulasi utama terkait ESG:

  1. Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017
    • Mengatur pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang mencakup aspek lingkungan, sosial, dan tata Kelola
  2. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2022,
    • Menetapkan sasaran nasional untuk pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2024.
  3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
    • Pasal 74 mengatur bahwa perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR).
    • Perusahaan harus mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab ini dan melaporkannya dalam laporan tahunan.
  4. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012
    • Memperkuat ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 dengan mewajibkan perusahaan untuk memasukkan rencana kerja tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam rencana kerja tahunan perusahaan.
  5. Paris Agreement (UU No. 16 Tahun 2016)
    • Pengesahan Paris Agreement untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hal ini mendorong perusahaan untuk mengintegrasikan prinsip ESG dalam operasional mereka
  6. Peraturan OJK No. 57/POJK.03/2017
    • Mengatur prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi emiten atau perusahaan publik.
  7. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 51/POJK.03/2017
    • Mengatur bentuk dan isi laporan tahunan emiten dan perusahaan publik, termasuk pengungkapan ESG.
    • Laporan ini harus mencakup strategi keberlanjutan, kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola, serta tanggapan perusahaan terhadap umpan balik dari pemangku kepentingan

Selain peraturan utama diatas, ESG didukung penuh oleh Peraturan Menteri LHK:

  1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PERMENLHK) Nomor 1 Tahun 2021.
    • Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Program ini bertujuan mendorong perusahaan mengadopsi praktik berkelanjutan dengan fokus pada pengelolaan lingkungan.
  2. Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022.
    • Mengatur nilai ekonomi karbon untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC)
  3. Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2023.
    • Menyediakan panduan untuk perdagangan karbon di sektor kehutanan dan pengelolaan lahan gambut.
  4. Keputusan Menteri LHK Nomor SK 1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023.
    • Menetapkan peta jalan perdagangan karbon di sektor kehutanan, termasuk mekanisme perdagangan karbon dan pengurangan emisi gas rumah kaca

Termasuk tentunya ESG didukung oleh semua peraturan Lingkungan di Indonesia:

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
    • Induk dari semua peraturan lingkungan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini menjadi dasar hukum utama untuk berbagai regulasi terkait lingkungan, termasuk pengelolaan sumber daya alam, pengendalian pencemaran, dan pelestarian ekosistem. UU ini juga mencakup prinsip-prinsip keberlanjutan yang mendukung aspek ESG.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
    • Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memperkuat implementasi UU tersebut dengan mengatur lebih rinci tentang persetujuan lingkungan, pengelolaan limbah, dan pengendalian kerusakan lingkungan.

Apa yang bisa kita simpulkan?

Di tengah dinamika global yang semakin menuntut transparansi dan tanggung jawab, penerapan prinsip ESG bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik, industri pertambangan tidak hanya membangun reputasi yang kuat, tetapi juga menciptakan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan berkelanjutan.

Scroll to Top